Pemerintah Mulai Memungut Pajak Manfaat dalam Bentuk Barang pada tahun 2022

Pemerintah Mulai Memungut Pajak Manfaat dalam Bentuk Barang pada tahun 2022

Pemerintah Mulai Memungut Pajak Manfaat dalam Bentuk Barang pada tahun 2022, merujuk pada UU HPP

Dengan Harmonisasi Undang-Undang Perpajakan (UU HPP), mulai tahun 2022, pemerintah akan mengenakan Benefit In Kind (BIK) yang biasanya diberikan perusahaan kepada karyawan—termasuk yang diterima direksi dan komisaris. BIK atau manfaat adalah tambahan kemampuan ekonomi yang diterima bukan dalam bentuk uang, tetapi berupa barang. Misalnya kompensasi berupa beras atau bahan makanan lainnya, mobil perusahaan, transportasi, akomodasi tempat tinggal atau fasilitas perumahan. Kebijakan ini merupakan implikasi dari terbitnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Undang-Undang Perpajakan (UU HPP), yang antara lain merevisi sejumlah pasal terkait objek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh).

Adanya perubahan Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh terkait BIK dan/atau manfaat, yang sebelumnya bukan objek pajak menjadi objek pajak bagi penerimanya. Sebelumnya, penggantian atau tunjangan yang berkaitan dengan pekerjaan yang dikategorikan sebagai penghasilan kena pajak meliputi gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, pensiun, atau bentuk penggantian lainnya. Mulai tahun 2022 akan ditambah dengan BIK dan/atau tunjangan.

Namun, tidak semua jenis BIK atau kenikmatan akan dikenakan pajak. Dalam revisi Pasal 4 ayat 3 huruf d UU PPh disebutkan bahwa BIK atau manfaat yang dikecualikan dari objek pajak meliputi: makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman untuk seluruh karyawan; BIK dan/atau manfaat yang diberikan di daerah tertentu; BIK dan/atau tunjangan yang harus diberikan oleh pemberi kerja terkait dengan pelaksanaan pekerjaan; BIK dan/atau manfaat yang bersumber atau dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBNDesa); atau BIK dan/atau manfaat dengan jenis dan/atau batasan tertentu.

Konsekuensi

Dengan ditetapkannya sebagai objek pajak, BIK akan diperhitungkan sebagai tambahan penghasilan pegawai yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 oleh perusahaan.Otomatis, beban pajak yang ditanggung pegawai kemungkinan akan lebih besar dari sebelumnya—yang tidak memperhitungkan BIK sebagai objek pajak.Sedangkan secara administratif, perusahaan perlu mempertimbangkan BIK dan memperhitungkannya satu per satu ke dalam komponen pendapatan pegawai yang akan dipotong dari ITA 21. Namun, ada ketentuan tambahan terkait BIK dalam Pasal 6 ayat (1) huruf n UU PPh. Dalam hal ini BIK yang menjadi objek pajak dapat menjadi pengurang beban perusahaan.

Sumber: MUCglobal

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *