Proses Investigatif Untuk Menelusuri Kecurangan

Proses Investigatif Untuk Menelusuri Kecurangan

Beberapa kecurangan dapat diselesaikan dengan hanya mengidentifikasi hal-hal yang tidak konsisten dan menanyakannya kepada seorang yang langsung mengakuinya. Sedangkan yang lainnya melaui proses yang rumit dan tersembunyi. Kecurangan seperti ini membutuhkan upaya yang terkoordinasi untuk dapat mengungkapnya.

Auditor internal mungkin tidak memiliki tanggung jawab utama untuk mendeteksi adanya penyelewengan. Tetapi standar yang berlaku menyatakan bahwa sekali terjadi kecurigaan adanya penyelewangan, auditor hendaknya memberitahukannya  kepada investigator yang sesuai dan menindaklanjuti untuk memastikan bahwa tanggung jawab departemen audit internal telah dipenuhi.

Kennish (Dalam Sawyer’s,2006:364) menyebutkan tujuan-tujuan dari sebuah investigasi atas kecurigaan kecurangan sebagi berikut:

  • Yang paling pertama kali dilakukan adalah melindungi yang tidak bersalah, menetapkan fakta-fakta, menyelesaikan permasalahan.
  • Menetapkan dasar masalah dengan cepat untuk menghentikan kerugian secepat mungkin
  • Menetapkan unsur-unsur penting dari tindak kriminal untuk mendukung sebuah tuntutan yang berhasil.
  • Melakukan identifikasi, mengumpulkan, melindungi bukti.
  • Mengindentifikasi dan mewawancarai para saksi.
  • Mengidentifikasi pola-pola tindakan dan perilaku.
  • Menetapkan kemungkinan-kemungkinan motif yang sering kali digunakan pelaku.
  • Memberikan fakta-fakta akurat dan objektif yang dapat menjadi dasar dari pertimbangan pengenaan tindakan pendisiplinan, pemecatan, ataupun tuntutan hukum.
  • Mempertanggungjawabkan dan mengembalikan aktiva.
  • Mengindentifikasi kelemahan dalam kontrol dan mengatasinya dengan melakukan revisi prosedur yang ada atau merekomendasikan prosedur baru, dan dengan menerapkan perlengkapan keamanan jika memungkinkan.

Sudah pasti semua tujuan di atas tidak dapat dipenuhi oleh auditor internal. Hanya sedikit yang memiliki kemampuan dan pengalaman untuk memenuhi semuanya. Jadi sebuah investigasi yang berhasil biasanya akan membutuhkan koordinasi yang tepat. Di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) proses koordinasi yang bisa dijalankan mungkin akan melibatkan pihak Rektorat, Direktorat Keuangan, Biro Hukum dan Kesekretariatan (BHK), Biro Sarana dan Prasara, Biro Kepegawaian, Satuan Audit Internal, dan Unit terkait yang  terindikasi melakukan kecurangan ataupun yang sudah jelas melakukan kecurangan.

Langkah pertama yang bisa dilakukan dalam proses investigasi adalah menetapkan bahwa memang telah terjadi kerugian. Proses ini hendaknya menetapkan bahwa aktiva yang dipertanggungjawabkan di satu waktu dan kemudian benar-benar lengkap di waktu yang lain. Setelah kerangka waktu dapat dipisahkan, akan relatif mudah untuk menetapkan pegawai mana yang dapat terlibat dalam kerugian tersebut. Jika aktiva yang hilang tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan jelas akibat kontrol yang lemah, maka seluruh entitas telah mendapatkan sebuah pelajaran yang mahal.

Langkah berikutnya adalah untuk menetapkan fakta-fakta, mendapatkan informasi sebanyak mungkin dari pegawai atau informan terkait. Melakukan wawancara semua yang mungkin terlibat di dalam kontrol atau yang memiliki akses atas aktiva selama periode waktu yang ditetapkan. Mengumpulkan dokumen, mengorganisasi data, memeriksa dokumen untuk pemalsuan. Proses melihat dokumen tidak berhenti dengan melihat dokumen saja, namun harus melihat hal yang penting dari fakta-fakta dalam dokumen tersebut, dan carilah hubungan diantara hal yang tidak sesuai.

Dalam proses investigatif, wawancara (interviewing) merupakan sebuah bagian penting. Wawancara sebaiknya dilakukan oleh dua orang anggota tim, satu orang berbicara dan yang lainnya sebagi saksi. Para pewawancara sebaiknya berbicara dengan tenang dan menghindari sikap menuduh. Mereka sebaiknya menunjukan rasa iba an menginterupsi narasumber hanya untuk mengklarifikasi sesuatu. Jika narasumber memilih diam, narasumber  hendaknya tidak diancam dan diintimidasi. Akan tetapi narasumber sebaiknya tidak diperkenankan untuk kembali ke unit kerja, karena yang berharga bisa saja hilang. Para pewawancara sebaiknya berusaha untuk memperolah kepercayaan narasumber dan mendorongnya untuk berbicara dengan kata-katanya sendiri.

Hanya investigator yang terlatih dan berpengalaman yang dapat membedakan apakah narasumber yang mereka interogasi berbohong atau mengatakan yang sejujurnya. Waltman dan Golen (Dalam Sawyer’s,2006:367) membahas sinyal-sinyal nonverbal lainnya yang dapat menjadi aset bagi seorang pewawancara:

  • Kinetik: berkaitan dengan isyarat tubuh manual dan pergerakan torso. Tangan digunakan untuk menutupi mulut, kemudian seseorang tersebut berbicara melalui jari-jarinya. Manipulasi pakaian, seperti memegang kerah, atau bermain dengan kancing sebuah blus. Mengambil benang atau noda-noda di atas pakaian.
  • Proksemik: berkaitan dengan jarak yang diambil sesorang dari orang lain. Menjauh dari narasumber. Menyilangkan tangan dan kaki serta mencondongkan badan ke belakang. Menempatkan sebuah map atau dompet di atas pangkuan sebagai penghalang pena nya dan orang yang sedang ditanyai.

Singkatnya, audit dan investigasi membutuhkan strategi-strategi yang berbeda. Audit tidak perlu menggunakan iklim yang tidak bersahabat, memang benar literatur audit internal menyarankan adanya partisipasi di antara auditor dan auditee tanpa adanya indikasi akan penyelewengan. Akan tetapi, investigasi kecurangan dilaksanakan dalam sebuah iklim yang tidak bersahabat, melibatkan penipuan yang disengaja dan penipunya bekerja keras untuk menutupi jejak dan metodenya. Metode langsung tidak dapat diandalkan untuk menentukan ruang lingkup dan kebenaran di dalam sebuah lingkungan yang tidak bersahabat. Bagaimanapun, orang-orang tidak ingin perbuatan jahat mereka diketahui. Jadi ketika dicurigai terjadi kecurangan, metode audit yang terbuka kelak tidak dapat diterapkan dan dibutuhkan metode-metode investigatif yang tersembunyi.

Practice Advisory 1210.A2-1, “Identification of Fraud” (Dalam Sawyer’s,2006:368) meringkas hal-hal di atas dengan menyarankan kepada auditor internal agar pada saat melakukan investigasi kecurangan melakukan hal-hal berikut:

  1. Menentukan tingkat kemungkinan dan kerumitan dari kecurangan di dalam organisasi
  2. Menetapkan pengetahuan, keahlian, dan disiplin ilmu yang dibutuhkan untuk melaksanakan investigasi secara efektif.
  3. Merancang prosedur untuk diikuti dalam mencoba mengidentifikasi pelaku, tingkat kecurangan, teknik-teknik yang digunakan, dan penyebab kecurangan.
  4. Mengoordinasikan aktivitas dengan pihak manajemen, penasihat hukum, dan ahli-ahli lain yang dibutuhkan selama berlangsungnya invetigasi.
  5. Mengetahui hak-hak tersangka pelaku dan pegawai yang berada di dalam lingkup investigasi dan reputasi dari unit itu sendiri.

 

Sumber:

Lawrence B. Sawyer, JD, CIA, PA, Mortimer A. Dittenhofer, Ph.D., CIA, James H. Scheiner, Ph.D. Internal Auditing: buku 3 edisi 5. Penerbit Salemba empat, Jakarta. 2006.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *